Di tengah-tengah euphoria yang tinggi dalam menyambut hari buruh tahun 2014, kiranya ada yang terlupakan yaitu keberlangsungan kerja kaum buruh. Mulai tahun 2015 buruh dalam negeri dihadapkan kepada persaingan secara langsung dengan buruh luar negeri karena akan membanjiri pangsa pasar kerja di dalam negeri. Pertanyaan yang timbul, ialah bagaimana kesiapan buruh dalam menghadapi fenomena pasar bebas kerja tersebut.
Hingga saat ini persoalan buruh di Indonesia masih terfokus kepada isu upah dan produktivitas kerja. Disisi lain belum ada upaya dari pemerintah yang terstruktur, untuk meningkatkan kualitas buruh Indonesia, terutama dalam menghadapi persaingan pasar bebas. Padahal tidak lama lagi Indonesia akan diserbu buruh dari berbagai kawasan di ASEAN. Jika tidak disikapi dengan kebijakan yang tepat maka akan berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja, bahkan buruh Indonesia kalah bersaing di negerinya sendiri.
Dalam persaingan dunia usaha pihak pengusaha tentunya akan mengambil buruh yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dan upah yang bersaing. Menyikapi hal tersebut seyogyanya buruh melalui serikat pekerja/buruh juga harus memikirkan bagaimana meningkatkan produtivitas dan kualitas buruh. Jika hanya terfokus pada perjuangan upah semata, maka tidak menutup kemungkinan buruh Indonesia kalah bersaing dengan buruh dari kawasan negara ASEAN lainnya.
Adanya persaingan pasar kerja yang sangat kompetitif tersebut pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan berupa paket regulasi. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengeluarkan kebijakan, diantaranya Pengembangan dan Penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Kemudian pemerintah mengeluarkan Perpres No. 8 Tahun 2012tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Pemerintah juga merevitalisasi terhadap Balai Latihan Kerja (BLK). Berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi hingga Desember 2012 pemerintah pusat telah memiliki 22 Balai Latihan Kerja yang terdiri dari 6 Balai Latihan Ketransmigrasian,2 Balai Latihan Produktivitas,14 Balai Latihan Kerja Industri. Kemudian Balai Latihan Kerja yang dimiliki pemerintah daerah terdiri dari 21 Balai Latihan Ketransmigrasian, 22 Balai Latihan Produktivitas, 260 Balai Latihan Kerja dan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) sebanyak 7580 lembaga serta BLKLN sebanyak 262 Balai.
Selain penguatan kakapasitas dan revitalisasi balai latihan kerja, pemerintah juga harus berani menjamin keberlangsungan usaha berupa jaminan keamanan. Tanpa adanya jaminan keamanan, maka dunia usaha tidak akan leluasa untuk berproduksi, sehingga mempengaruhi keberlangsungan pekerjaan.
Selain penguatan dari sisi kemampuan buruh dalam menghadapi pasar bebas, juga harus didukung oleh sikap pengusaha dalam menghadapi persaingan pasar kerja ini. Dukungan tersebut berupa memberikan kesempatan kepada buruh untuk berkarya, dan memberikan pra-syarat dengan kriteria khusus kualifikasi bagi pekerja luar negeri. Hal ini demi melindungi tenaga kerja Indonesia dari ancaman buruh asing.
Seyogyanya buruh dan pengusaha menjalin komunikasi yang intensif dalam menghadapi persaingan tersebut, karena pasar bebas tersebut akan berdampak kepada kedua belah pihak. Tanda-tanda tersebut sudah terlihat dengan adanya beberapa perusahaan khususnya di bidang garmen yang telah berubah fungsi menjadi penyalur produk dari luar, karena lebih murah daripada memproduksi sendiri. Jika hal ini dibiarkan maka akan mengancam industri dalam negeri dan akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja massal. Dan ini berarti petaka bagi buruh di Indonesia.
*)Tulisan ini dimuat dalam Harian Kedaulatan Rakyat - Yogyakarta tanggal 2 Mei 2014
Ditulis Oleh Triyono Peneliti Bidang Ketenagakerjaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar