Menurut data pemerintah, sekitar 4 juta anak usia 13 - 15 tahun di Indonesia tidak bersekolah dan 1.5 juta anak yang tidak bersekolah usia 10-14 tahun masuk ke dalam angkatan kerja. Sebagian dari mereka berisiko terlibat dalam pekerjaan yang eksploitatif atau berbahaya.
Dalam kerangka kerja Proyek Pendukung bagi Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak di Indonesia, ILO pada saat ini bekerja dengan para mitra di 7 provinsi dalam upaya menangani masalah bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Untuk mendukung kegiatan ini, ILO baru-baru ini mengadakan survai mengenai sikap terhadap pekerja anak dan pendidikan. Survai ini dilaksanakan oleh Taylor Nelson Soffres, perusahaan penelitian pasar terkemuka, dan menjangkau 1200 rumah tangga sampel di enam kabupaten/kota di lima provinsi. Kelompok sasaran survai adalah rumah tangga-rumah tangga miskin yang mempunyai anak-anak usia SLTP, karena sangat besar kemungkinan bagi anak-anak ini untuk menjadi pekerja anak.
Temuan-temuan utama survai ini adalah:
- 19% anak usia sekolah di bawah 15 tahun tidak bersekolah
- Biaya rata-rata untuk menyekolahkan satu anak di SD dan satu anak di SMP untuk satu tahun, termasuk biaya transpor dan seragam, bisa sama dengan 2 bulan upah minimum provinsi.
- 71% responden yang mempunyai anak tidak sekolah menyebut biaya sekolah sebagai faktor utama.
- Hanya 50% responden mengetahui kebijakan pemerintah Indonesia mengenai wajib pendidikan dasar 9 tahun. 39% menyangka bahwa wajib pendidikan dasar adalah 6 tahun.
- Meskipun diakui adanya faktor biaya pendidikan yang tidak terjangkau, terdapat komitmen orangtua yang tinggi terhadap pendidikan. Ini menunjukkan bahwa bila masalah biaya dapat diatasi, partisipasi pendidikan akan meningkat.
- 61% responden mengatakan bahwa anak-anak usia di bawah 15 tahun boleh bekerja 4 jam atau lebih setiap harinya, sementara penelitian menemukan bahwa bila anak bekerja 4 jam atau lebih akan mengurangi kehadirannya di sekolah secara signifikan.
- Sebagian besar responden setuju bahwa anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak boleh bekerja di sektor-sektor yang ilegal, namun semakin kecil jumlah responden yang menyatakan setuju terhadap pelarangan anak untuk bekerja di sektor-sektor yang menurut peraturan termasuk dalam pekerjaan yang berbahaya.
ILO akan menggunakan informasi ini untuk mengembangkan kampanye penyadaran. Bersama-sama dengan kegiatan intervensi, kampanye penyadaran ini ditujukan untuk mengurangi jumlah pekerja anak dan meningkatkan partisipasi pendidikan.
Pada tataran nasional, studi yang menarik banyak perhatian dari media massa ini, juga akan bermanfaat bagi pemangku kepentingan yang lebih luas yang peduli terhadap Pembangunan Nasional Indonesia. Pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, organisasi internasional, LSM dan lembaga lain yang mengupayakan akses terhadap pendidikan dan penanganan masalah pekerja anak juga berkepentingan dengan studi ini. Kami berharap studi ini akan berperan dalam upaya bersama dalam rangka mewujudkan Pendidikan Untuk Semua.
Untuk informasi lebih lengkap menghubungi Patrick Quinn di: quinn@ilojkt.or.id atau: ILO Jakarta, Menara Thamrin, Jalan MH Thamrin Kav.3, Jakarta 10250
Sumber: http://www.idp-europe.org/eenet-asia/eenet-asia-2-ID/page11.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar