Jumat, 17 Agustus 2012

Indonesia Merdeka di Dalam Pengaplingan MP3EI dan Mitos Pertumbuhan Ekonomi 6,5%


Pidato Politik
Pimpinan Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
Nomor: 424/PI/KP-PRP/e/VIII/12
(Disampaikan pada saat HUT RI ke-67, 17 Agustus 2012)


Indonesia Merdeka di Dalam Pengaplingan MP3EI dan Mitos Pertumbuhan Ekonomi 6,5%


Jakarta, 17 Agustus 2012

(habis gelap terbitlah terang, sekarang hanya untuk sebagian orang)
Walau sudah tak dijajah,
Tapi rakyatmu masih betah,
Menyerahkan suaranya,
Kepada begundal,
Di pasar gadai.
(Jeffry Alkatiri, “Surat Dari Belanda”, 2012)

Kawan-kawan seperjuangan,

       Indonesia telah merdeka 67 tahun yang lalu. Tetapi marilah kita baca dengan seksama, master plan pembangunan ekonomi Indonesia atau disingkat MP3EI (Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia), yang dikeluarkan pada 2010, demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional bertengger pada angka 6,5%. MP3EI itu jika kita baca dengan rasa sastra bunyinya begini:

Tersebutlah tuan-tuan pemilik saham korporasi internasional, mengenakan jas dan pantalon mencari tanah-tanah untuk investasi memulihkan krisis kapitalisme global. Penguasa Indonesia sekaligus pejabat dan politisi partai borjuasi dengan seragam batiknya mengatakan begini: silakan wahai tuan-tuan masuk ke negeri kami, melampaui pintu gerbang Pulau Bali dan NTT yang kami peruntukkan bagi 'Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Industri Pangan Nasional'. Di sini Anda dapat plesir sembari menonton komodo, jemur badan di pantai, atau, maaf, menonton adat istiadat orang-orang primitif yang masih kami miliki. Mari kita bicara tentang akumulasi kapital. Kami mempunyai kekayaan alam tambang, ikan, energi, dan tenaga kerja murah yang dapat memulihkan kapital tuan-tuan. Kami tidak terkenai krisis dari negeri tuan. Silakan, kemukakan yang tuan inginkan, dan mari pergi ke Pulau Jawa sebagai 'Pendukung Industri dan Jasa Nasional' untuk menghubungi kantor penyewaan tanah, mencari tenaga buruh murah, dan fasilitas pendukung untuk investasi. Tetapi jangan lupa tuan-tuan, kami butuh memelihara pertumbuhan ekonomi yang fantastis, setidaknya 6,5%, agar rakyat memilih kami kembali pada Pemilu mendatang. Lalu dimana tanah untuk investasinya? Jangan khawatir, itu sudah kami sediakan di Pulau Sumatra sebagai 'Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi, Pertambangan, dan Energi Nasional'; di Pulau Kalimantan yang kami peruntukkan 'Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi, Pertambangan, serta Energi Nasional”; dan di Pulau Sulawesi yang kami peruntukan bagi “Pusat Pengembangan Produksi, Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan Pertambangan Nasional”. Jika tuan-tuan belum puas, masih membutuhkan atas tanah lebih luas, telah kami sediakan di Pulau Papua dan Maluku yang kami siapkan untuk “Pengembangan Energi, Pangan, Perikanan, dan Pertambangan Nasional”. Jangan khawatir, kami selalu biarkan tuan-tuan bebas melakukan eksploitasi selama tuan-tuan menambah jumlah rekening kami sebagai biaya politik kelestarian jabatan kekuasaan kami di negeri ini. Tak usah risau pula, kami sediakan centeng-centeng yang mahir menggunakan pistol dan parang untuk menghadapi rakyat yang protes dan menantang tuan! Ambillah bumi dan kekayaan negeri ini, biarkan rakyat memitoskan deklarasi kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustusan. Kami dapat menyuruh mereka melakukan upacara menaikkan bendera, sementara kita berpesta pora mengaduk-aduk kekayaan bumi dan tenaga kerja negeri ini”

       Begitulah isi dari MP3EI yang dipuji-puji sebagai master plan rezim SBY-Boediono dan anak buahnya. Persisnya master plan ini disusun demi percepatan penggadaian Indonesia ke tangan korporasi kapital internasional secara terprogram. Sedangkan dari master plan itu, penguasa Indonesia atau pejabat atau politisi partai politik, memperoleh proyek pembangunan jalur lalu lintas investasi dan perdagangan dari Sabang sampai Merauke. Jadi, geo-spasial Indonesia diperpendek jaraknya berupa rute jalan (darat, laut, udara) demi kemudahan investor korporasi internasional menggali dan mengangkut bahan baku dari pusat-pusat eksploitasi menuju pelabuhan. Dengan demikian Indonesia bukan lagi sebagai bumi dan tempat bagi rakyatnya untuk melangsungkan proses kebudayaan masyarakat yang hidup sejahtera, otonom, dan bermartabat di negerinya sendiri. Indonesia hanya menjadi jalur perlintasan investasi dan perdagangan, dimana rakyat pekerja dipaksa menjadi penonton ketika tanahnya diambail-alih, menjadi buruh berupah murah, menjadi konsumen yang konsumtif dan dibiarkan menjadi orang pandir yang emosinya mudah meledak.


Kawan-kawan seperjuangan,

       Bagaimana kita menempatkan MP3EI dalam krisis ekonomi kapitalisme? MP3EI adalah usaha pemerintah untuk rekonfigurasi ekonomi nasional dalam rangka rekonfigurasi geo-spasial global. Kita harus mengakui, bahwa pola produksi dan konsumsi di Indonesia pasca 1998 dipengaruhi oleh integrasi Indonesia ke fase neoliberal dengan penanda adanya restrukturisasi, deregulasi, dan liberalisasi melalui program penyesuaian struktural (SAP) oleh IMF. Oleh karena itu, penguasa borjuasi di Indonesia selalu berada dalam ketergantungan ekonomi-politik pada proses global. Seluruh kebijakan negara selalu menggunakan pertimbangan pasar global ketimbang kebutuhan rakyat pekerja. Mengingat, akumulasi kapital di dalam negeri dimaksimalkan demi daya saing global dan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi, maka perdagangan internasional menjadi tumpuan ekonomi yang penting bagi Indonesia. Lihat saja, pada awal tahun ini laju pertumbuhan ekonomi nasional diumumkan BPS mencapai 6,5%, dimana 3,3% berasal dari surplus perdagangan. Surplus ini diperoleh dari hitungan nilai ekspor non-migas yang melebihi nilai impor. Ekspor non-migas didongkrak oleh tiga komoditas unggulan, yakni batu bara, minyak sawit, dan karet, yang semuanya tergantung pada sumber daya alam atau ekstraksi.

       Dengan membaca data itu, telah terjadi reorganisasi pembagian kerja secara global, dimana geo-spasial Indonesia bukan lagi sebagai negara pemroduksi komoditas nilai tambah, yakni industri manufaktur. Tegasnya, Indonesia saat ini menjadi negara penyuplai bahan baku. Atas dasar perubahan komoditas unggulan inilah, rezim SBY-Boediono merancang MP3EI dalam kepentingan penyesuaian kepentingan global itu. Tak heran, jika sejak reformasi telah terjadi de-industrialisasi manufaktur, dan sebaliknya, industri ekstraksi menjadi primadona. Tak heran, pemerintah membiarkan PHK buruh terus menerus terjadi akibat penutupan pabrik-pabrik manufaktur selama krisis ekonomi global. Tak heran, pemerintah membiarkan tanah-tanah petani dirampas perusahaan korporasi internasional dan membiarkan polisi, militer, maupun preman melakukan penembakan, pembunuhan, serta tindakan kekerasan lainnya terhadap mereka yang berlawan!

       Dengan perubahan geo-spasial Indonesia seperti itu, ketika terjadi krisis ekonomi global yang membuat teler perekonomian negara-negara kapitalis besar, justru Indonesia selamat untuk sementara waktu. Komoditas ekstraktif itulah yang menyelamatkannya, tentu saja, selama pasar global meng-unggulkan batu bara, sawit, dan karet. Tetapi, marilah kita lihat apa yang kemudian terjadi di dalam negeri, dimana akan diperjelas oleh pelaksanaan MP3EI. Jangan lupa, Indonesia yang tersubordinasi dalam ekonomi global, harus turut serta memulihkan krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat sekarang.

       Caranya, pertama, melalui industrialisasi ekstraktif yang mengaduk-aduk sumber daya alam sebagai pusat keuntungan. Dalam modus ini, ketersediaan tanah yang luas tentulah menjadi persyaratan pokok. Namun di tengah lahan makin sempit, pemenuhan penyediaan lahan dapat dilakukan dengan “akumulasi melalui perampasan”. Kisah pengusiran penduduk dari tanahnya merupakan daftar yang makin panjang dalam cerita yang menyertai pertumbuhan ekonomi 6,5% di Indonesia sekarang. Inilah yang disebut oleh David Harvey sebagai teritorialisasi relasi produksi kapitalisme. Dengan kata lain, kapitalisme melakukan de-teritorialisasi penduduk untuk teritorialisasi investasi kapital mereka demi pemulihan krisisnya.

       Cara kedua, dengan mengusir penduduk yang sebelumnya berproduksi di atas tanah untuk sekedar bertahan hidup. Ketika mereka terusir maka terjadilah proses proletarisasi, tanpa tanah dan menjadi buruh bebas (free-labour). Meskipun kawan-kawan, seringkali penduduk yang terusir itu menjadi pengangguran. Harap dicatat, tingginya angka pengangguran akan menekan upah pada tingkat yang rendah. Karena, tingginya penawaran tenaga kerja berbanding terbalik dengan permintaan industri akan tenaga kerja. Biasanya, para penganggur ini kemudian melakukan mekanisme bertahan hidup dengan memasuki perdagangan ritel yang sifatnya informal. Meski, upaya sistematis untuk mengatasi pengangguran dilakukan dengan menciptakan pasar tenaga kerja fleksibel, yang memungkinkan mereka memperoleh pekerjaan, namun tidak bakal dapat menawar upah. Sekali mereka menuntut, dengan semudah membalik tangan mereka dipecat, karena penganggur lainnya sedang mengantri penerimaan kerja. Lalu kaum perempuan pengangguran digiring untuk bermigrasi kerja ke luar negeri, mengisi pekerjaan rumah tangga ketika para perempuan kelas menengah sibuk menjadi kerani perusahaan kapitalis. Teranglah, politik upah murah dan pemerasan tenaga kerja sangat berjaya dalam rezim kapitalisme-neoliberal saat ini.

Kawan-kawan seperjuangan,
        Memang, tidak enak rasanya mengupas kisah-kisah kesengsaraan rakyat pekerja yang setiap menit sekali hidup di ranah Indonesia merdeka ini. Namun kisah ini semakin meyakinkan, bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% yang diumumkan pada pertengahan semester 2012 adalah mitos belaka. Apalagi pertumbuhan tampak lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya 3.3%. Jelas, itu semua mitos penguasa negeri bersama ahli-ahli statistik. Mitos begundal-begundal kapitalis yang serupa benar dengan para mandor perkebunan di masa kolonial dulu. Konyolnya, begundal-begundal kapitalis ini yang memaksa rakyat pekerja untuk memilihnya pada setiap Pemilukada serta Pemilu legislatif dan Presiden.

Apakah rakyat pekerja akan berdiam diri? Sama sekali tidak! Rakyat pekerja haruslah berjuang merebut nilai ekonomi yang telah dirampas dalam proses akumulasi kapital di Indonesia. Nilai lebih yang mereka ambil, berupa alam dan tenaga kerja manusia, sesungguhnya yang menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional menjadi tinggi. Nilai lebih itu pula yang dipergunakan untuk pemulihan krisis ekonomi kapitalis. Maka, bangkitnya perlawanan buruh di kota-kota besar dan pertambangan untuk menolak outrsourcing, union busting, upah murah, PHK, serta petani di seluruh Indonesia yang mempertahankan tanahnya, adalah menemukan kembali politik pembebasan nasional yang makin hilang setelah 67 tahun diproklamirkan merdeka.

Ruang Indonesia harus direbut oleh rakyat pekerja dari NEKOLIMPATFUN (Neo-liberalisme, Kolonialisme, Imperialisme, Patriarki-isme, dan Fundamentalisme), serta menjadikan negara ini di bawah kepemimpinan rakyat pekerja. Negara merupakan basis pertarungan yang berdimensi demokratik, tetapi rakyat pekerja juga mempunyai pertarungan yang berdimensi perjuangan kelas dan gender. Sebab jika tidak, kita akan mengulangi kisah kemerdekaan 17 Agustus 1945, dimana negara diambil-alih oleh kelas borjuasi yang sebagian adalah begundal-begundal kapitalis. Maka, kita harus mendukung berbagai aksi pemogokan yang telah dilakukan KSN (Konfederasi Serikat Nasional), juga seruan pemogokan nasional yang akan dilakukan MPBI (Majelis Pekerja/Buruh Indonesia) pada awal September 2012 mendatang, dalam melawan politik upah murah dan outsourcing. Kita juga harus mendukung aksi-aksi petani di daerah-daerah, termasuk reclaiming tanah-tanah kehutanan dan perkebunan yang sebelumnya adalah milik petani. Kita juga tak boleh melupakan nelayan dan perempuan yang harus merupakan bagian dari gerakan rakyat pekerja. Namun, untuk itu gerakan rakyat pekerja tak cukup hanya berlawan dengan otot tangan. Gerakan ini juga harus mempunyai media massa untuk mengobarkan dan mengabarkan aksi-aksi rakyat pekerja yang selalu dipandang kriminal dan brutal. Gerakan ini juga harus melandasi diri dengan nalar pengetahuan yang ilmiah agar mampu membongkar mitos statistik, mitos ekonomi, mitos politik, dan mitos penyesatan tafsir agama. Itulah bekal membangun Revolusi Sosialis dan Revolusi Kebudayaan yang membebaskan rakyat pekerja dari pembodohan dan penindasan.

Maka, jangan lelah perjuangkan Sosialisme. Indonesia masih di bawah pengaplingan MP3EI dan mitos pertumbuhan ekonomi nasional.


Sosialisme, Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme, Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!
Bersatu, Bangun Partai Kelas Pekerja!

Jakarta, 17 Agustus 2012
Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)
Ketua Nasional
Sekretaris Jenderal

ttd.
(Anwar Ma'ruf)

ttd.
(Rendro Prayogo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar