Selasa, 27 Agustus 2013

Buruh dan Upah

Orang-orang yang bekerja di pabrik menyebut dirinya buruh atau kuli. Sedangkan mereka yang bekerja di perusahaan jasa seperti bank dan perdagangan hampir tak ada yang menyebut dirinya sebagai buruh. Bahkan mereka yang bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM), sering menyebut dirinya sebagai "aktivis". Pada zaman Orde Baru, istilah buruh diharamkan dan diganti dengan karyawan atau pegawai. Buruh cenderung dipersepsikan rendahan, kasar, ndeso, dan berpendidikan rendah.


Sebutan yang berbeda-beda itu kenyataan yang tak terbantahkan. Namun membawa implikasi yang mengerikan. Mereka tidak merasa sebagai satu golongan yang sama, yakni golongan yang diupah dan digaji.
Terlepas dari bidang atau sektor usahanya, mari kita melihat pekerjaan seseorang dari hubungannya dengan alat dan sasaran kerja, seperti mesin, teknologi, bahan baku. Melihat pekerjaan seseorang bukan dalam posisi hukum tapi dalam hubungannya dengan hubungan produksi.

1. Siapakah buruh?
Pertama, buruh adalah pemilik tenaga, bukan pemilik alat-alat kerja dan sasaran kerja. Tenaga digunakan untuk bekerja, untuk membuat televisi, pakaian, melayani tamu-tamu hotel, restoran serta untuk untuk kerja pelayanan sosial. Buruh adalah golongan yang tak memiliki alat-alat produksi dan mengubah bahan baku memiliki nilai jual. Perlu diingat secanggih apapun mesin jika digerakkan oleh buruh, mesin tersebut tidak akan beroperasi. Begitu pula sebuah bahan baku tidak akan memiliki nilai jika tidak ada turut campur tangan manusia di dalamnya.
Alat kerja, prasarana, dan sasaran kerja disebut alat produksi atau disebut dengan kapital atau modal. Pemilik alat produksi disebut dengan kapitalis atau pemilik modal. Kapital juga merupakan hubungan produksi, hubungan antara pemilik alat produksi dengan tenaga produktif dengan orang-orang yang tidak memiliki produksi. Alat kerja, prasarana, dan sasaran kerja diciptakan melalui kerja secara terus menerus dan terkumpul melalui rentang sejarah. 

Kedua, buruh adalah penjual tenaga kerja. Buruh dapat menjual tenaga kerjanya kepada siapa pun, seperti kepada pemilik modal, kepada wakil pemerintah atau pemilik yayasan dan badan hukum lainnya. Buruh tidak menjual hasil kerjanya, karena hasil-hasil yang dicapai dari kerjanya sama sekali tidak dijual kepada pengusaha. Jadi, tidak ada pembelian kerja oleh pengusaha. Buruh hanya menjual tenaga kerja.

Ketiga, buruh adalah golongan upahan atau pemakan gaji. Buruh dibayar upah (sejumlah uang) dan pengusaha dapat tenaga kerjanya untuk waktu sehari, seminggu, sebulan, setahun, dan seterusnya. Begitu juga, orang-orang yang bekerja di perusahaan jasa, LSM, kantor pengacara atau akuntan publik, kantor pemerintah, setelah menjual tenaganya, mereka dibayar uang. Buruh adalah golongan yang diupah dan digaji.

Keempat, setelah buruh bekerja dengan menghasilkan kain atau menghasilkan kertas atau apapun, hasil kerjanya menjadi milik pengusaha. Dengan demikian, buruh bukanlah pemilik hasil kerja. Seluruh hasil kerja buruh mutlak (absolut) milik pengusaha.

Kelima, buruh hanya mendapatkan penat, lelah dan capek setelah bekerja. Dalam kegiatan kerja (produksi), buruh tak mendapatkan apa-apa, kecuali mendapatkan rasa penat, lelah dan capek. Hasil-hasil yang sudah dikerjakannya, sudah mutlak menjadi milik orang lain yakni orang yang mempekerjakannya. Dalam kerja, tenaga kerja buruh diperas yang menyebabkannya penat, lelah dan capek.

Keenam, buruh adalah golongan yang dipekerjakan. Buruh bukan pihak yang mempekerjakan orang lain, melainkan justru dipekerjakan oleh orang lain (pengusaha) dan pemilik (penguasa) badan hukum. Karena itu, buruh bukan pihak yang menentukan dan mengendalikan proses kerja.

Ketujuh, buruh adalah golongan mayoritas dalam hubungan kerja-upahan. Dalam perusahaan, pusat perbelanjaan dan perkantoran, jumlah buruh jauh lebih banyak ketimbang pengusaha atau golongan yang mempekerjakan mereka. Walaupun mayoritas, buruh ditentukan dan dikendalikan oleh pihak yang mempekerjakan mereka. Artinya, buruh dikuasai dan diperintah untuk bekerja sesuai target atau kepentingan pihak minoritas yang berkuasa.

2. Mengapa buruh muncul?
Kemunculan golongan pengusaha sebagai penguasa baru ekonomi telah dimantapkan dengan berfungsinya berbagai perangkat sistem ekonomi, politik, hukum dan budaya. Pengusaha di mana saja dan kapan saja, selalu membutuhkan kaum buruh.

Pertama, revolusi industri telah memunculkan golongan pengusaha. Kemajuan ini telah mendorongnya membangun perusahaan-perusahaan industri yang dimiliki secara pribadi. Pengusaha industri menjadi pemimpin dan penguasa baru dalam ekonomi, kemudian politik, hukum, budaya dan ideologi. Tapi perusahaan-perusahaan membutuhkan buruh-buruh industri.

Kedua, kebutuhan pengusaha atas kaum buruh, karena pengusaha membutuhkan orang-orang yang dipekerjakannya. Pengusaha membangun perusahaan, tapi perusahaan hanya bisa berjalan dan berkembang bila buruh menjalankannya. Berputarnya roda perusahaan (produksi) berarti terbentuknya lapisan buruh sebagai golongan yang dipekerjakan.

Ketiga, pengusaha memberlakukan sistem upah atau hubungan kerja-upahan. Sistem ini mengubah tenaga kerja menjadi komoditas (barang dagangan). Siapa pun yang dipekerjakan pengusaha, akan masuk sebagai golongan upahan, yakni golongan yang diupah. Sistem upah telah memunculkan sebuah lapisan yang disebut buruh.

Keempat, pengusaha adalah pihak yang tidak terlibat dalam proses produksi. Pemilik usaha berhak atas keuntungan dengan dasar memiliki hak atas alat produksi. Hak pengusaha atas alat-alat produksi berkenaan dengen sejarah perkembangan manusia dari masa ke masa.

3. Apakah upah itu?
Upah dan gaji sudah menjadi gambaran umum dalam berbagai masyarakat di mana saja yang hubungan-hubungan kerja ditentukan dan diatur atau dikendalikan oleh golongan pengusaha dan pihak yang mempekerjakan buruh.

Pertama, upah adalah harga tenaga kerja. Karenanya, dalam sistem akuntansi posisi upah hampir setara dengan harga perbaikan mesin. Dengan begitu, hubungan antara buruh dan pengusaha bukan hubungan pengabdian tapi hubungan pertukaran, hubungan jual-beli. Buruh menjual tenaganya, pengusaha membeli tenaga tersebut untuk untuk sehari, seminggu, sebulan, setahun, atau sepuluh tahun.

Kedua, karena hubungannya adalah jual-beli, maka berlaku hukum pasar. Bila calon buruh melimpah, harga tenaga kerja akan menjadi murah. Bila sedikit, tingkat upahnya menjadi lebih tinggi. Buruh tidak dapat menentukan harga tenaganya secara bebas. Karena, harga tenaga kerja telah ditundukkan pada mekanisme upah minimum. Juga, karena pengusaha menguasai mekanisme pasar.

Ketiga, hubungan upah adalah hubungan yang dibentuk, diatur dan diberlakukan dipertahankan oleh pengusaha dalam mempekerjakan buruh. Akibatnya, buruh dipaksa tunduk untuk mengikuti dan mematuhi mekanisme dan aturan-aturan bahkan pikiran dan teori-teori yang melanggengkan hubungan upahan tersebut.

4. Mengapa buruh diupah?
Tentu kita terus mengejar dasarnya: mengapa buruh diupah? Apa yang mendasari munculnya sistem upah?

Pertama, terjadi perkembangan bahwa alat-alat produksi dimiliki secara pribadi. Pemilik modal ini disebut pengusaha. Maka, orang-orang yang tidak memiliki alat-alat produksi dipaksa bekerja kepada para pemilik modal tersebut.

Kedua, tenaga kerja telah diubah menjadi komoditas. Untuk bisa bekerja kepada pemilik modal, buruh dipaksa harus mengubah tenaga kerjanya menjadi komoditas. Dengan perubahan ini, pengusaha membelinya dan membayarnya dengan sejumlah uang yang disebut upah.

Ketiga, aturan yang diberlakukan pengusaha itu telah memaksa buruh tunduk. Buruh tak punya alat-alat produksi, padahal buruh punya tenaga kerja. Buruh tak mungkin bekerja - mengeluarkan tenaga kerjanya - tanpa alat-alat produksi. Akibatnya, satu-satunya miliknya (tenaga kerja) terpaksa dijualnya kepada pengusaha untuk bisa bekerja.

5. Apakah upah buruh sudah layak?
Tingkat upah atau gaji buruh memang bermacam-macam besarnya. Ada yang sangat rendah dan ada pula yang sudah layak. Bagi buruh yang disebut profesional dan buruh setingkat manajer, gaji mereka relatif layak. Dengan gaji itu mereka bisa memenuhi banyak kebutuhan termasuk beli mobil dan rumah yang memadai.
Tapi berbeda dengan upah buruh di banyak perusahaan industri manufaktur ringan. Kepada mereka diberlakukan upah yang rendah. Upah harian yang diterimanya cuma cukup buat bertahan hidup sehari.

Walaupun ada buruh kerah putih (white collar) yang bergaji tinggi, tapi sebagian besar (mayoritas) buruh yang pada umumnya adalah buruh kerah biru (blue collar) yang justru diupah rendah. Perbedaan tingkat upah ini berlangsung pada perusahaan yang berbeda-beda pula. Meski begitu, persoalan perburuhan tidak selesai. Buruh dengan upah tinggi sekalipun akan mengalami konflik dan ancaman pemecatan.
Karena mayoritas buruh masih diupah dengan tingkat upah yang rendah, maka secara umum dapat dikatakan bahwa upah buruh belum layak. Buruh Indonesia - dengan upah dan gaji yang diterimanya - masih menghadapi masalah upah yang rendah.

6. Apa penyebab upah buruh rendah?
Ada beberapa sebab tentang mengapa tingkat upah buruh di Indonesia sangat rendah. Berikut ini disusun alasan-alasannya.

Pertama, upah biasanya mengikuti aturan hukum pasar: permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja. Jumlah calon penjual tenaga kerja (termasuk angka pengangguran) yang melimpah, melemahkan posisi tawar buruh terhadap penyewa atau pembeli tenaga kerja (pengusaha). Belum lagi ditambah dengan banyak jumlah buruh yang di-PHK. Akibatnya, upah sebagai harga tenaga kerja mengalami kemerosotan.

Kedua, penentuan upah juga didasarkan oleh kebijakan pemerintah. Selama Orde Baru, pemerintah menetapkan tingkat upah yang rendah bagi buruh melalui pemberlakuan upah minimum yang berbeda-beda tiap daerah. Survei dan penelitian upah yang dilakukan pihak pemerintah hanya sekadar untuk membenarkan ukuran-ukuran upah yang rendah. Tak ada rencana kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan buruh.

Ketiga, masih terjadi diskriminasi rasial terhadap buruh Indonesia. Tampak pikiran rasialis dalam memandang buruh Indonesia ketika dibandingkan buruh dari luar negeri yang bekerja di Indonesia seperti dari Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan, bahkan India. Sejumlah perusahaan yang mempekerjakan buruh asing ini memberlakukan upah yang tinggi dan fasilitas yang memadai, sementara buruh-buruh Indonesia diberlakukan upah yang rendah.

Keempat, upah buruh juga menghadapi faktor inflasi. Ketika harga barang dan jasa melambung, upah buruh justru merosot secara riil. Bila sebelumnya, dengan upahnya sehari bisa membeli sepotong kemeja, ketika harga-harga naik justru hanya mampu membeli tiga per empatnya. Artinya, sebanyak seperempat upahnya secara riil sudah merosot.

Kelima, buruh masih lemah dalam membangun dan mengembangkan kekuatannya sebagai kekuatan yang terorganisasi. Orde Baru telah memporak-porandakan kekuatan buruh. Sedangkan buruh sendiri sangat terpecah-belah. Buruh kerah putih hampir tak pernah menyatakan dirinya buruh, sehingga miskin solidaritas. Tanpa organisasinya, buruh tak bisa menaikkan posisi tawarnya, khususnya dalam menuntut upah yang layak.

7. Apakah buruh butuh pengusaha?
Walaupun sistem, mekanisme dan hubungan kerja diatur menurut cara-cara, fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan yang sesuai dengan kepentingan golongan pengusaha secara keseluruhan, tapi buruh selalu terikat hubungannya dengan pengusaha sebagai dua golongan yang saling membutuhkan. Kedua terikat dalam sebuah sistem hubungan produksi.

Pertama, buruh membutuhkan pengusaha. Buruh tidak mungkin bekerja tanpa berhubungan dengan pengusaha. Karena, alat-alat produksi berada di tangan pengusaha. Tanpa alat-alat kerja, tidak akan ada kerja. Karena itu, buruh butuh pengusaha sebagai pemilik alat-alat produksi.

Kedua, buruh membutuhkan upah dalam bentuk uang. Untuk itu, buruh harus menjual tenaga kerjanya dengan cara mengikatkan diri dalam hubungan kerja-upahan. Dalam logika kerja hubungan ini buruh bergantung pada upah dan dengan sendirinya bergantung pada pengusaha (pembayar upah). Dengan uang upah inilah buruh membeli berbagai komoditas untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Ketiga, tidak ada kaum buruh tanpa kaum pengusaha. Keduanya hidup dalam sebuah hubungan produksi yang sama: kapitalisme. Sistem produksi yang dikuasai dan diatur kaum pengusaha inilah yang mengorganisasikan kaum buruh untuk bekerja. Keberadaan buruh ditentukan oleh keberadaan pengusaha karena keduanya hidup dalam sistem yang sama.

Keempat, memang buruh butuh pengusaha, tapi hubungan ini ditentukan dan diatur oleh pengusaha. Sehingga PHK (pemutusan hubungan kerja) dapat saja dilakukan pengusaha. Buruh bisa diberi sanksi dan dipecat. Bila hubungan kontrak sudah berakhir, pengusaha dapat saja tidak memperpanjangkan kontrak kerja tersebut. Sebaliknya, buruh tak mungkin memberi sanksi dan memecat pengusaha.

8. Di manakah posisi buruh dalam masyarakat?
Setiap masyarakat dari awal sampai sekarang terbentuk dan berkembang dalam sebuah struktur tertentu. Sekarang kita hidup dan berkembang dalam "masyarakat pengusaha". Begitu juga kaum buruh. Seluruh golongan masyarakat hidup dan berkembang dalam sistem, mekanisme, kekuatan-kekuatan, cara-cara, fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan yang sesuai dengan kepentingan pengusaha secara keseluruhan. Di manakah posisi buruh?

Pertama, buruh berada dalam sistem ekonomi (produksi) yang selalu bersama-sama dan terikat hubungan dengan pengusaha. Buruh terikat dalam hubungan kerja-upahan sebagai golongan yang diupah.

Kedua, buruh merupakan golongan yang bekerja untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa. Semua hasil kerja buruh ini kemudian disebarluaskan melalui pasar - pasar dalam negeri maupun ekspor - untuk pemenuhan kebutuhan riil masyarakat.

Ketiga, sistem ekonomi bersifat menentukan. Artinya, sistem politik, budaya dan ideologi harus mengabdi kepada ekonomi. Dengan begitu, buruh berada dalam posisi sistem pengusaha (ekonomi) yang menentukan politik, hukum, budaya dan ideologi.
Memang semua kekuatan masyarakat mengikuti logika kepentingan pengusaha secara keseluruhan. Tapi dengan posisi buruh yang saling berhubungan dengan pengusaha, maka posisi buruh pun sangat penting (strategis) sebagai golongan yang bekerja memproduksi barang-barang dan jasa-jasa bagi pemenuhan kebutuhan riil masyarakat.

9. Apakah buruh terkurung dalam sistem pengusaha?
Golongan pengusaha adalah golongan penguasa yang sebenarnya. Karena mereka menguasai ekonomi - sistem yang menghasilkan kebutuhan riil masyarakat. Siapa yang menguasai ekonomi, mereka itulah yang berkuasa. Apakah buruh terkurung dalam kekuasaan pengusaha?
Buruh terikat dalam hubungan kerja (ekonomi) yang dibentuk, diatur dan dikembangkan menurut kepentingan pengusaha. Keterikatan ini bisa dikatakan bahwa buruh terkurung dalam ikatan-ikatan kerja yang mengabdi pada kepentingan pengusaha. Kondisi struktural ini memang tak terhindarkan, karena begitulah caranya kekuasaan kaum pengusaha berfungsi.

Bukan hanya buruh yang terkurung atau tertawan dalam struktur ekonomi yang berkembang sekarang ini, tapi juga seluruh golongan masyarakat mengikuti logika kepentingan pengusaha secara keseluruhan. Memang tak semua golongan adalah buruh dan pengusaha, tapi sepanjang mereka hidup dan berkembang dalam sistem pengusaha, mereka dipaksa harus menjalankan fungsi sesuai dengan sistem pengusaha.
Penguasaha tidak hanya menguasai ekonomi, melainkan juga menjalankan kepemimpinan moral, politik dan intelektual dengan berbagai alatnya. Sehingga praktis menguasai seluruh alat dan kekuatan di masyarakat.

10. Apa yang dihasilkan buruh?
Walaupun buruh terkurung dalam ikatan-ikatan yang dibentuk dan diatur pengusaha, tapi penting pula untuk diperhatikan apa yang dihasilkan buruh dalam memperlihatkan kehebatannya kepada masyarakat.

Pertama, buruh adalah golongan yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa bagi pemenuhan kebutuhan "masyarakat pengusaha". Artinya, tanpa kerja buruh, maka kebutuhan-kebutuhan masyarakat pengusaha tidak akan terpenuhi. Ini berarti pula bahwa buruh telah mengerahkan tenaganya bagi masyarakat pengusaha.

Kedua, buruh telah menghasilkan berbagai kemajuan "masyarakat pengusaha". Mereka 
tak hanya menghasilkan pangan dan sandang, melainkan juga sarana-sarana perhubungan seperti jalan raya dan mobilnya, rel kereta api dan lokomotif beserta gerbong-gerbongnya, serta hubungan telekomunikasi melalui satelit. Buruh sudah membuat kapal-kapal pesiar dan pesawat-pesawat terbang yang cepat. Mereka juga menghasilkan bunker-bunker yang mengalahkan kehebatan piramid-piramid Mesir. Mereka menghasilkan gedung-gedung dan menara-menara pencakar langit yang mengalahkan Candi Borobudur. Begitu juga dengan stadion-stadion sepakbola yang megah yang mengalahkan kemegahan Coloseum Romawi. Mereka bangun kota-kota besar dunia yang gemerlap seperti New York, Paris dan Jakarta. Bahkan mereka sudah menghasilkan produk untuk bisa tinggal bertahun-tahun di stasiun ruang angkasa.

Ketiga, semua produk dan kemajuan peradaban masyarakat pengusaha dihasilkan berkat kemampuan kerja kaum buruh yang terkandung dalam tenaga kerja mereka. Berkat tangan-tangan terampil dan pikiran-pikiran cermerlang yang bersumber dari golongan yang diupah inilah kemajuan perabadan masyarakat pengusaha menjadi tidak terbendung lagi. Mereka berhasil menemukan micro-chip dan program-program software komputer yang menyebabkan kemajuan dapat dipercepat.
Sungguh luar biasa yang dihasilkan oleh kaum buruh. Pada berbagai barang dan jasa, telah tertanam tenaga kerja mereka di dalamnya. Dan itulah keistimewaan tenaga kerja: pembangun kemajuan dan peradaban masyarakat pengusaha.

Pertanyaan

Melalu serikat buruh, kaum buruh telah berjuang untuk menuntut perbaikan kondisi kerja, kepastian kerja, dan peningkatan upah. Namun pengalaman menunjukkan; 
1. Kenaikan upah selalu diiringi oleh kenaikan harga kebutuhan seahari-hari; atau peningkatan target produksi. 
2. Tuntutan mengangkat buruh kontrak dan outsourcing menjadi tetap diiringi dengan pengurangan tenaga kerja yang lain; 
3. Jika terjadi perbaikkan mesin atau peningkatan teknologi selalu diiringi dengan pengurangan tenaga kerja sehingga menyebabkan penganggguran bertambah; 
4. Jika buruh melalukan perlawanan terhadap kebijakan perusahaan selalu dihadapkan dengan alat kekerasan negara (polisi, tentara, paramiliter dll.) yang tidak mungkin dihadapi oleh kumpulan buruh dan kekuatan kaum buruh itu sendiri. 

Apa makna keadaan-keadaan tersebut itu bagi serikat buruh? 


Direproduksi dari, Suryadi A. 2001. Radjab Ekonomi Politik Kaum Buruh, Labour Education Center, Bandung, oleh Syarif Arifin untuk Pendidikan FSP2KI, 25 Agustus 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar