Pendahuluan
Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan memuat sanksi pidana terhadap yang melanggarnya. Namun dalam praktek, ketentuan pidana ini sangat jarang diterapkan padahal bila diterapkan dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan dapat memberikan perlindungan bagi pekerja dan pelaku usaha.
Ketentuan pidana perburuhan dapat dilihat pada:
1. UU No. 1 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja,
2. UU No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan,
3. UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh,
4. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
5. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
6. UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Ketentuan Pidana Pada UU No. 1 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja.
Pasal 15:
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ajat (1) dapat memberikan antjaman pidana atas pelanggaran peraturannja dengan hukuman kurungan selama- lamanja 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginja Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
Ketentuan Pidana Pada UU No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.
Pasal 10:
(1) Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 13 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Ketentuan Pidana Pada UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Pasal 38:
(1) b: Pengurus dan atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh terbukti melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 43:
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Ketentuan Pidana Pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 183:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 184:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000.00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 185:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 186:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 187:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 188:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Ketentuan Pidana Pada UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 122:
(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 47 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 90 ayat (2), Pasal 91 ayat (1) dan ayat (3), dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Ketentuan Pidana Pada UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pasal 54:
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, atau huruf m dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 55:
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Tujuan Pemidanaan dan Ultimum remedium.
Tujuan pemidanaan adalah untuk melindungi masyarakat dan membuat jera pelaku kejahatan dengan cara menjatuhkan hukuman pidana bagi pelakunya. Beberapa ahli berpendapat bahwa penerapan hukum pidana adalah sarana akhir (ultimum remedium) yang diterapkan setelah alternatif penyelesaian sengketa lainnya tidak efektif.
Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. berjudul “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia”. Ia (hal. 17) mengatakan bahwa norma-norma atau kaidah-kaidah dalam bidang hukum tata negara dan hukum tata usaha negara harus pertama-tama ditanggapi dengan sanksi administrasi, begitu pula norma-norma dalam bidang hukum perdata pertama-tama harus ditanggapi dengan sanksi perdata. Hanya, apabila sanksi administrasi dan sanksi perdata ini belum mencukupi untuk mencapai tujuan meluruskan neraca kemasyarakatan, maka baru diadakan juga sanksi pidana sebagai pamungkas (terakhir) atau ultimum remedium.[1]
Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., M.H. dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa (hal. 1-2) mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya biasanya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.[2]
Dalam hubungannya dengan tindak pidana perburuhan perlu dipertimbangkan lebih lanjut penerapan sifat hukum pidana yang ultimum remediumini, misalnya pelaku tidak perlu dijatuhi pidana bila sudah melakukan kewajibannya dan pihak lain sudah mendapatkan hak-haknya.
Rekomendasi Penegakan Pidana Perburuhan.
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), kewenangan penyidikan ada pada pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Oleh karena itu menjadi sangat penting Polri memahami tindak pidana perburuhan. Dalam praktek, seringkali penyidik Polri tidak memahami tindak pidana perburuhan sehingga penegakannya menjadi sangat sulit dilakukan.
Untuk mengatasi masalah ini maka penyidik Polri sangat perlu dibekali dengan pemahaman atas hukum perburuhan dan pidana perburuhan serta di instansi Polri perlu dibentuk desk/unit yang secara khusus menangani pidana perburuhan.
25 Oktober 2018
Nelson F. Saragih
[1]https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt53b7be52bcf59/arti-ultimum-remedium. Diakses 25 Oktober 2018.
[2]https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt53b7be52bcf59/arti-ultimum-remedium, diakses 25 Oktober 2018.
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
BalasHapusSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
arena-domino.club
arena-domino.vip
100% Memuaskan ^-^