Perundingan antara pekerja, Dinas tenaga Kerja Muara Enim dan Perusahaan mengalami deadlock |
Serikat Pekerja Kontraktor PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (SPK PT TeL) akan melakukan mogok kerja apda 13-15 Juni 2018 atau beberapa hari menjelang hari raya Idul Fitri. Aksi menghentikan produksi di perusahaan kelas dunia itu dilakukan karena serikat menemukan pelanggaran Undang-undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang massif.
Buruh memutuskan melakukan aksi mogok pada bulan ramadhan karena menganggap bulan puasa merupakan momen yang baik. “Kalau bagi orang muslim , bulan suci ramdhan adalah bulan yang penuh berkah. Mungkin kawan-kawan mendapatkan berkah dengan momen ini,” kata Ketua SPK PT TeL Irman Saputra.
Aksi mogok itu akan dilakukan oleh 148 orang pekerja outsourcing dari berbagai kontraktor di perusahaan investasi asal Jepang tersebut. Unit perusahaan kontraktor tersebut antara lain PT. Wira Putra Perkasa, PT. Mayapada Klinik Pratama, PT. Inti Bumi Mas, dan PT. Fajar Muara indah. Semuanya adalah vendor di PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper. Perusahaan itu bergerak di bidang bahan baku kertas ekspor yang beralamat di Desa Tebat Agung Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan.
Serikat Pekerja Kontraktor PT Tel berafiliasi dengan Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia ( FSP2KI ) serta berafiliasi dengan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia ( KPBI ) dan secara Internasional berafiliasi dengan Industriaal Global Union yang berpusat di Jenewa Swiss.
Para pekerja outsourcing di SPK PT TeL dalam aksi tersebut mendesak perusahaan menjalankan Undang-undang 13/2003 tentang Ketenagakerjaan untuk memberikan hak normatif buruh, terutama menyangkut kepastian kerja. Ketua SPK PT TeL Irman Saputra menyebutkan pelanggaran paling massif adalah kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau PKWT) berkepanjangan.
Contohnya anggota SPK PT Tel di Unit PT Wira Putra Perkasa telah bekerja lebih dari satu tahun tanpa perjanjian kerja maka berdasarkan Pasal 50 jo. Pasal 51 UU Ketenagakerjaan. Pasal itu menyebutkan hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, yang mana perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan.
Akan tetapi, terdapat pengecualian dalam hal perjanjian kerja untuk kontrak (“PKWT”). Dalam Pasal 57 UU Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa PKWT harus dibuat secara tertulis,berbahasa Indonesia, dan huruf latin. PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (“PKWTT”) atau berstatus karyawan tetap.
Namun dalam perundingan bipartit dan triparti pihak perusahaan tidak melakukan pengangkatan status menjadi karyawan tetap. “SPK PT Tel menolak pengangkatan pekerja di unit PT Wira Putra Perkasa memakai persyaratan berdasarkan UU No 13 tahun 2003,” kata Irman yang juga menjadi tim Perunding SPK PT Tel.
Selain itu, SPK PT TeL mendapati hubungan kerja kontrak tanpa perjanjian tertulis seperti di unit PT Mayapada Klinik Pratama. Unit ini merupakan salah satu Perusahaan kontraktor pengelola kesehatan untuk Pekerja PT. Tanjungenim Lestari Pulp and Paper. Meski sudah empat kali berganti vendor, 12 pekerjanya tidak pernah mendapatkan perjanjian kerja meski melakukan pekerjaan yang bersifat terus menerus. “Maka berdasarkan UU No13 tahun 2003 pasal 59 demi hukum status hubungan kerja menjadi PKWTT (karyawan tetap) dan PT Mayapada Klinik Pratama wajib mengeluarkan SK pengangkatan seluruh pekerja Klinik PT. Tanjungenim Lestari Pulp and Paper,” ujar Pengguru SPK PT Tel Unit Klinik, Rival.
Pada perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh, berdasarkan Pasal 66 ayat (2) huruf b UU No. 13/2003 menyebutkan hubungan kerja pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersifat tetap jika tidak memenuhi syarat dan ketentuan pasal 59 UU 13/2003.
Tidak adanya kepastian kerja telah berakibat PHK semena-mena pada 20 anggota di unit PT Inti Bumi Mas ( PT IBM ). Pada 31 Mei 2018, mmanajeme mem-PHK sepihak dengan alasan Kontrak kerja dengan Perusahaan pemberi kerja telah terputus. Tidak ada perundingan sebelum PHK tersebut. “SPK TeL menegaskan untuk tetap menolak PHK Sepihak yang di lakukan oleh PT Inti Bumi Mas,” kata Armaat selaku pengurus SPK PT Tel Unit PT IBM.
Tidak adanya kejelasan kontrak juga menjadi hulu pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan lain. Sebanyak 15 anggota di unit PT Fajar Muara Indah bekerja di bawah penghisapan karena upah di bawah Upah Minimum Sektoral, tanpa jaminan sosial dan hak cuti, dan lembur tidak dibayar. “Alat pelindung diri tidak pernah diberikan kepada pekerja sejak mulai bergabung,” protes Imron selaku pengurus SPK PT Tel unit PT Fajar Muara Indah.
PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper selaku pemberi kerja tidak pernah memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran – pelanggaran yang di lakukan oleh Perusahaan kontraktornya. Bahkan perusahaan pemberi kerja berkesan tutup mata dan melepas tanggungjawab terhadap pekerja Outsourcingnya. Mereka beranggapan bahwa pekerja Outsourcing tidak penting karena bukan karyawan tetap PT TeL.
SPK PT TeL melihat perusahaan induk PT TeL seharusnya bisa mencegah PHK dengan alasan pemutusan kontrak kerja dengan vendor. Ini merujuk pada pasal 4 butir 3, Kepmenakertrans No. Kep-101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (khusus untuk perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh). Pasal tersebut menyebutkan “penegasan bahwa (suatu)perusahaan penyedia jasa pekerja buruh, bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus-menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja buruh”.
Artinya, pekerja/buruh yang bekerja sebagai “karyawan” outsourcing pada suatu perusahaan (user) yang nota-bene non-organik, tetap dijamin kelangsungan hubungan kerjanya, walau selalu berganti “bendera” atau vendor outsourcing.
Demikian juga, dengan adanya kewajiban memberikan surat keterangan experience letter, maka upah pekerja/buruh dimaksud tidak lagi harus dengan standar upah minimum, akan tetapi harus disesuaikan dengan masa kerja dan kompetensinya.
SPK PT TeL mendesak perusahaan menjalankan prinsip perlindungan karyawan outsourcing atau Transfer of Undertaking Protection of Employment (TUPE). Prinsip ini adalah jaminan kelangsungan hubungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh dengan penghargaan masa kerja (experience) serta penerapan ketentuan kesejahteraan (upah) yang sesuai dengan pengalaman dan masa kerja yang dilalui seseorang pekerja/buruh.
Untuk itu, SPK PT TEL Mendesak:
1. PT Wira Putra Perkasa segera menerbitkan SK pengangkatan Semua Pekerja tanpa Syarat
2. PT Mayapada Klinik Pratama segera menerbitkan SK pengangktan semua pekerja Klinik PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper
3. PT Inti Bumi Mas segera membayar hak – hak 20 orang Pekerja tekait PHK sepihak
4. PT.Fajar Muara Indah segera penuhi hak Normatif
5. PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper selaku perusahaan pemberi kerja wajib menjamin kelangsungan kerja seluruh pekerja kontraktor yang tergabung sebagai Anggota Serikat Pekerja Kontraktor PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper
1. PT Wira Putra Perkasa segera menerbitkan SK pengangkatan Semua Pekerja tanpa Syarat
2. PT Mayapada Klinik Pratama segera menerbitkan SK pengangktan semua pekerja Klinik PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper
3. PT Inti Bumi Mas segera membayar hak – hak 20 orang Pekerja tekait PHK sepihak
4. PT.Fajar Muara Indah segera penuhi hak Normatif
5. PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper selaku perusahaan pemberi kerja wajib menjamin kelangsungan kerja seluruh pekerja kontraktor yang tergabung sebagai Anggota Serikat Pekerja Kontraktor PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper
Siaran Pers, Serikat Pekerja Kontraktor PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (TEL), Sabtu 9 Juni 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar