Ratusan pekerja PT. Lematang Coal Lestari melakukan aksi damai sehubungan PHK sepihak yang dilakukan perusahaan terhadap seorang pekerja (25 Sep 2014).
Para pekerja yang tergabung didalam Serikat Pekerja Lematang Coal Lestari (SP LCL) menuntut pengusaha untuk mematuhi hukum di Indonesia dan membatalkan PHK yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah diatur pada Undang-Undang Ketenagakerjaan.
PT. Lematang Coal Lestari adalah perusahaan tambang batubara berlokasi di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Pengurus SP LCL menyampaikan bahwa tindakan PHK sepihak tersebut melanggar hukum sehingga pekerja secara spontan menuntut pengusaha untuk mematuhi hukum dan menghormati hak-hak pekerja.
Pada perusahaan ini terdapat dua serikat pekerja yang keduanya bersatu dalam aksi damai ini.
FSP2KI (Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia) Sumatera Selatan sebagai mitra dari SP LCL telah mengirimkan protes kepada pimpinan perusahaan dan mengajak semua anggotanya untuk bersolidaritas memberikan dukungan kepada pekerja.
Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan
Senin, 25 Agustus 2014
Minggu, 10 Agustus 2014
Iuran Terhambat, BPJS Kesehatan Terancam Defisit - hukumonline.com
Iuran Terhambat, BPJS Kesehatan Terancam Defisit - hukumonline.com
Gotong Royong merupakan salah satu prinsip BPJS Kesehatan yang implementasinya dilaksanakan lewat iuran. Oleh karenanya, iuran sangat berpengaruh terhadap kelancaran berjalannya BPJS Kesehatan. Menurut Presidium Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), Timboel Siregar, jika pembayaran iuran peserta terhambat maka BPJS Kesehatan berpotensi defisit sehingga terancam tidak dapat membayar klaim.
Timboel menjelaskan untuk peserta penerima upah, terdiri dari pekerja sektor formal yang iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja. PNS, Polri dan TNI sebagian iurannya dibayar oleh pemerintah. Sedangkan pekerja sektor informal dan mandiri iurannya dibayar oleh masing-masing individu sesuai kelas ruang perawatan kesehatan yang diambil.
Jika pemberi kerja melanggar ketentuan, Timboel menandaskan, terutama terkait dengan kewajiban membayar iuran maka ada sanksi pidana yang dapat dijatuhkan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 55 UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Sayangnya, ketentuan itu tidak dituangkan oleh pemerintah secara jelas lewatPP No.86 Tahun 2013 Tentang Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Sebab, sanksi yang diatur dalam regulasi itu sekedar administratif dan tidak berlaku untuk pemerintah selaku pemberi kerja terhadap PNS, Polri dan TNI.
Bagi Timboel, hal itu memunculkan diskriminasi dan berpotensi menghambat pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan. Sebab, tidak ada sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah yang lalai membayar iuran BPJS Kesehatan.
“Harus ada sanksi bagi pemerintah daerah yang lalai kalau tidak membayar iuran,” katanya dalam diskusi yang digelar KPBI dan Lembaga Analis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape), di Jakarta, Jumat (8/8).
Timboel mengusulkan sanksi yang patut dijatuhkan untuk pimpinan daerah yang lalai membayar iuran kepada BPJS Kesehatan seperti sanksi administratif. Misalnya, menunda kenaikan pangkat atau memecat pejabat pemerintah daerah yang bersangkutan.
Selain itu, Timboel mengingatkan agar BPJS Kesehatan menjalin komunikasi yang baik dengan BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu dibutuhkan dalam rangka mendorong agar iuran dari pekerja sektor formal dibayar tepat waktu oleh pemberi kerja. Sebagaimana diketahui sejak 1 Januari 2014 program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek telah dialihkan ke BPJS Kesehatan. Dengan begitu diharapkan BPJS Kesehatan dapat menarik iuran pekerja formal dengan maksimal.
Untuk menarik iuran peserta mandiri, Timboel mengakui ada kendala dalam membayar iuran. Karena biasanya, peserta mandiri setelah membayar iuran langsung menggunakan manfaat yang diperoleh sebagai peserta BPJS Kesehatan. Misalnya, hari ini mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, besoknya langsung ke fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan.
“Hari ini jadi peserta BPJS Kesehatan, besoknya langsung operasi yang menghabiskan biaya besar,” ujarnya.
Timboel menilai persoalan itu terjadi bukan karena kesalahan peserta mandiri, tapi lemahnya kemauan pemerintah memperluas cakupan agar masyarakat golongan tidak mampu masuk dalam peserta penerima bantuan iuran (PBI). Sehingga, mereka menjadi peserta BPJS Kesehatan lewat jalur peserta mandiri. Untuk itu kedepan, pemerintah harus menambah anggaran PBI agar cakupan kepesertaan semakin diperluas.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar, mengingatkan pada saat pembahasan PP No.86 Tahun 2013 itu pihaknya telah mengusulkan agar ada sanksi yang bisa dijatuhkan kepada pemerintah. Namun, ketika regulasi itu terbit usulan tersebut tidak dimasukan.
“Padahal kedudukan semua orang harus sama dihadapan hukum,” katanya.
Mengenai kewajiban pemerintah daerah membayar iuran BPJS Kesehatan bagi aparaturnya, Indra mencatat sampai saat ini baru tiga provinsi yang sudah melaksanakan. Ketiga provinsi itu adalah Naggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta dan Surabaya. Jika kewajiban membayar iuran tersebut tidak segera ditunaikan pemerintah daerah lainnya, maka berpotensi membuat defisit BPJS Kesehatan.
Direktur TURC, Surya Tjandra, berpendapat salah satu upaya yang harus dilakukan BPJS Kesehatan untuk mencegah defisit yaitu melakukan efisiensi. Namun, efisiensi itu jangan sampai mengurangi manfaat yang diterima peserta. Caranya, dapat dilakukan dengan mengurangi gaji direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan. Sebab dari informasi yang diperolehnya, Surya mencatat gaji direksi BPJS Kesehatan lebih dari Rp100 juta sedangkan dan dewan pengawas 56 persen dari gaji direksi.
“Yang penting manfaat yang diterima peserta jangan berkurang,” ujarnya.
Sumber:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53e5ab7d28bfe/iuran-terhambat--bpjs-kesehatan-terancam-defisit
Gotong Royong merupakan salah satu prinsip BPJS Kesehatan yang implementasinya dilaksanakan lewat iuran. Oleh karenanya, iuran sangat berpengaruh terhadap kelancaran berjalannya BPJS Kesehatan. Menurut Presidium Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), Timboel Siregar, jika pembayaran iuran peserta terhambat maka BPJS Kesehatan berpotensi defisit sehingga terancam tidak dapat membayar klaim.
Timboel menjelaskan untuk peserta penerima upah, terdiri dari pekerja sektor formal yang iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja. PNS, Polri dan TNI sebagian iurannya dibayar oleh pemerintah. Sedangkan pekerja sektor informal dan mandiri iurannya dibayar oleh masing-masing individu sesuai kelas ruang perawatan kesehatan yang diambil.
Jika pemberi kerja melanggar ketentuan, Timboel menandaskan, terutama terkait dengan kewajiban membayar iuran maka ada sanksi pidana yang dapat dijatuhkan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 55 UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Sayangnya, ketentuan itu tidak dituangkan oleh pemerintah secara jelas lewatPP No.86 Tahun 2013 Tentang Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Sebab, sanksi yang diatur dalam regulasi itu sekedar administratif dan tidak berlaku untuk pemerintah selaku pemberi kerja terhadap PNS, Polri dan TNI.
Bagi Timboel, hal itu memunculkan diskriminasi dan berpotensi menghambat pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan. Sebab, tidak ada sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah yang lalai membayar iuran BPJS Kesehatan.
“Harus ada sanksi bagi pemerintah daerah yang lalai kalau tidak membayar iuran,” katanya dalam diskusi yang digelar KPBI dan Lembaga Analis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape), di Jakarta, Jumat (8/8).
Timboel mengusulkan sanksi yang patut dijatuhkan untuk pimpinan daerah yang lalai membayar iuran kepada BPJS Kesehatan seperti sanksi administratif. Misalnya, menunda kenaikan pangkat atau memecat pejabat pemerintah daerah yang bersangkutan.
Selain itu, Timboel mengingatkan agar BPJS Kesehatan menjalin komunikasi yang baik dengan BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu dibutuhkan dalam rangka mendorong agar iuran dari pekerja sektor formal dibayar tepat waktu oleh pemberi kerja. Sebagaimana diketahui sejak 1 Januari 2014 program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek telah dialihkan ke BPJS Kesehatan. Dengan begitu diharapkan BPJS Kesehatan dapat menarik iuran pekerja formal dengan maksimal.
Untuk menarik iuran peserta mandiri, Timboel mengakui ada kendala dalam membayar iuran. Karena biasanya, peserta mandiri setelah membayar iuran langsung menggunakan manfaat yang diperoleh sebagai peserta BPJS Kesehatan. Misalnya, hari ini mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, besoknya langsung ke fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan.
“Hari ini jadi peserta BPJS Kesehatan, besoknya langsung operasi yang menghabiskan biaya besar,” ujarnya.
Timboel menilai persoalan itu terjadi bukan karena kesalahan peserta mandiri, tapi lemahnya kemauan pemerintah memperluas cakupan agar masyarakat golongan tidak mampu masuk dalam peserta penerima bantuan iuran (PBI). Sehingga, mereka menjadi peserta BPJS Kesehatan lewat jalur peserta mandiri. Untuk itu kedepan, pemerintah harus menambah anggaran PBI agar cakupan kepesertaan semakin diperluas.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar, mengingatkan pada saat pembahasan PP No.86 Tahun 2013 itu pihaknya telah mengusulkan agar ada sanksi yang bisa dijatuhkan kepada pemerintah. Namun, ketika regulasi itu terbit usulan tersebut tidak dimasukan.
“Padahal kedudukan semua orang harus sama dihadapan hukum,” katanya.
Mengenai kewajiban pemerintah daerah membayar iuran BPJS Kesehatan bagi aparaturnya, Indra mencatat sampai saat ini baru tiga provinsi yang sudah melaksanakan. Ketiga provinsi itu adalah Naggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta dan Surabaya. Jika kewajiban membayar iuran tersebut tidak segera ditunaikan pemerintah daerah lainnya, maka berpotensi membuat defisit BPJS Kesehatan.
Direktur TURC, Surya Tjandra, berpendapat salah satu upaya yang harus dilakukan BPJS Kesehatan untuk mencegah defisit yaitu melakukan efisiensi. Namun, efisiensi itu jangan sampai mengurangi manfaat yang diterima peserta. Caranya, dapat dilakukan dengan mengurangi gaji direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan. Sebab dari informasi yang diperolehnya, Surya mencatat gaji direksi BPJS Kesehatan lebih dari Rp100 juta sedangkan dan dewan pengawas 56 persen dari gaji direksi.
“Yang penting manfaat yang diterima peserta jangan berkurang,” ujarnya.
Sumber:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53e5ab7d28bfe/iuran-terhambat--bpjs-kesehatan-terancam-defisit
Selasa, 05 Agustus 2014
Ucapan terima kasih FBLP, 7 buruh yang ditahan akan di bebaskan
Terimakasih atas solidaritas kawan-kawan. 7 Kawan kami akan dibebaskan hari ini jam 17.00 WIB (5 sore). Namun, persoalan belum selesai. 3 buruh DMST 1, Sragen yakni Martuti, Agus Widodo (Ndok) dan Haryono.
Di bawah ini adalah Agus Widodo atau Ndok yang kena tendang polisi Sragen. Dengan teman-teman buruh yang menuntut hak, kepolisian lebih garang, tapi di depan pengusaha yang bertahun-tahun menghisap keringat buruh, kepolisian memble, lunak bahkan bermanis-manis.
Sumber: https://www.facebook.com/pages/FBLP
Di bawah ini adalah Agus Widodo atau Ndok yang kena tendang polisi Sragen. Dengan teman-teman buruh yang menuntut hak, kepolisian lebih garang, tapi di depan pengusaha yang bertahun-tahun menghisap keringat buruh, kepolisian memble, lunak bahkan bermanis-manis.
Sumber: https://www.facebook.com/pages/FBLP
Jumat, 18 Oktober 2013
Istana! Dengarkan suara kami
![]() |
Sebagian peserta aksi 17/10-2013 |
Dibawah terik sinar
matahari Jakarta yang membakar kulit, ribuan buruh yang tergabung dalam Sekber (Sekretariat Bersama) Buruh Jakarta bergerak dari Bunderan Hotel Indonesia menuju Istana Presiden. 17
Oktober 2013, adalah hari yang dipilih oleh Sekretariat Bersama Buruh untuk
menyuarakan aspirasinya.
Sultoni, Koordinator
Presidium dalam orasi pembuka di depan Istana Negara menyatakan dengan tegas
bahwa gerakan buruh Indonesia, dalam kurun waktu yang lama sangat merindukan
hadirnya semangat persatuan untuk memukul mundur musuh utamanya, yakni
kapitalisme. Kapitalisme, menjadi penanggungjawab atas kemiskinan,
kemelaratan structural dan beraneka kesusahan rakyat.
Federasi Serikat PekerjaPulp & kertas Indonesia (FSP2KI) yang berangkat dari Karawang dan Cikarang bersama
Serbuk Karawang, menjadi bagian dari massa aksi. Massa aksi dipimpin langsung
oleh Sumardi, Wakil Presiden FSP2KI. “FSP2KI, menyatakan sepenuhnya mendukung
mogok nasional dan secara organisasional telah menginstruksikan kepada seluruh
anggota untuk terlibat. Persiapan telah dilakukan dan terus dievaluasi,” Kata
Sumardi di sela-sela Aksi.
Senin, 07 Oktober 2013
Peringatan Worl Day of Decent Work 2013 : BURUH MENYERUKAN : UPAH BAIK KERJA BAIK !
Aksi pendahuluan (6/10)
Peringatan Worl Day of Decent Work 2013 :
BURUH MENYERUKAN : UPAH BAIK KERJA BAIK !
AYO DUKUNG MOGOK NASIONAL 28-30 OKTOBER 2013.
Spanduk dengan kalimat UPAH BAIK KERJA
BAIK, menghias aksi menyambut World day for Decent Work yang berlangsung di
Bundaran mega M – Ramayana Karawang. Peringatan hari pekerjaan yang yang layak
sedunia ini, dirayakan setiap tanggal 7 Oktober, dan FSP2KI Jawa Barat, bersama
kawan-kawan dari berbagai serikat menyambut perayaan tersebut dengan memulai
sebuah aksi pendahuluan.
Minggu, 06 Oktober 2013
Pendidikan FSP2KI. Pendidikan harus menumbuhkan solidaritas
![]() |
Susanana pendidikan Advokasi dan Hukum Perburuhan FSP2KI (5/10/13) |
Apa ujung yang hendak
dicapai dari pendidikan keserikatburuhan ? Jawabnya adalah solidaritas!
Demikian simpul yang diambil oleh peserta dalam pendidikan advokasi dan hukum
perburuhan yang diselenggarakan oleh FSP2KI Korwil Jawa Barat pada 5 Oktober
2013 bertempat di Aula Disnakertrans Karawang.
Sabtu, 05 Oktober 2013
Aksi Damai PGRI
AKSI DAMAI
DOA BERSAMA UNTUK PERJUANGAN PARA GURU SELAMA 10 MENIT
(Seruan
solidartas, mohon sebarkan)
Kepada segenap keluarga besar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI), diminta solidaritasnya kepada perjuangan saudara kita para guru-guru di PGRI, sehubungan dilaksanakannya " Aksi Damai Doa Bersama" PGRI ( Persatuan Guru republik Indonesia) yang merupakan salah satu anggota KSPI, pada hari ini sabtu 5 Oktober 2013, pukul 10.00 selama 10 menit serentak di seluruh Indonesia.
Kepada segenap keluarga besar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI), diminta solidaritasnya kepada perjuangan saudara kita para guru-guru di PGRI, sehubungan dilaksanakannya " Aksi Damai Doa Bersama" PGRI ( Persatuan Guru republik Indonesia) yang merupakan salah satu anggota KSPI, pada hari ini sabtu 5 Oktober 2013, pukul 10.00 selama 10 menit serentak di seluruh Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)